This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tampilkan postingan dengan label Ensiklopedia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ensiklopedia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Juni 2023

AHAD



Kata Ahad biasa diterjemahkan dengan esa.  Kata ini ditemukan dalam al-Quran sebanyak 53 kali,  tetapi hanya sekali digunakan sebagai sifat Allah.  Ini mengandungi isyarat tentang keesaa-Nya yang sedemikian murni,  hingga sifat  Ahad yang menunjuk kepada-Nya hanya sekali dalam al-Quran,  dan hanya ditujukan kepada-Nya semata, yaitu QS. al Ikhlas : 122. 


Kata Ahad  dalam QS al-Ikhlas itu, mengandung arti bahwa  Allah swt memiliki sifat-sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.


Dari segi bahasa, kata ahad walaupun berakar sama dengan wahid,  Tetapi masing-masing memiliki makna dan penggunaan tersendiri. kata Ahad hanya digunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan,  baik dalam benak apa lagi dalam kenyataan, karena itu kata ini ketika berfungsi sebagai sifat,  tidak termasuk dalam rentetan bilangan, berbeda halnya dengan wahid (satu). Anda dapat menambahnya sehingga menjadi dua,  tiga,  dan seterusnya, walaupun penambahan itu hanya dalam benak pengucap atau pendengarnya.


Allah memang disifati juga dengan kata Wahid,  seperti antara lain dalam firman-Nya :  “Tuhan-Mu  adalah Tuhan yang Wahid, tiada Tuhan selain Dia. Dia yang Maha Pengasih  lagi Maha Penyayang.” QS. al-Baqarah : 163. 


Sementara ulama berpendapat bahawa kata Wahid dalam ayat ini menunjukkan kepada keesaan Zat-Nya, disertai dengan keragaman sifat-sifat-Nya.  Bukankah Dia Maha Pengasih,  Maha Penyayang,  Maha Kuat,  Maha  Tahu,  dan sebagainya,  sedangkan kata Ahad dalam surah al-Ikhlas mengacu kepada keesaan Zat-Nya saja,  tanpa memperhatikan keragaman sifat sifat tersebut.


Keesaan Zat mengandung pengertian bahwa Allah tidak terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian,   karena bila Zat yang Maha Kuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih - betapapun kecilnya unsur atau bagian itu- Maka ini berarti dia membutuhkan unsur atau bagian itu, atau dengan kata lain unsur/ bahagian itu merupakan syarat bagi wujud-Nya.  al-Quran menegaskan bahwa:  “Tidak ada sesuatu pun yang seperti dengannya,  dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. asy-Syura : 11).


Keragaman dan bilangan lebih dari satu adalah substansi setiap makhluk, bukan ciri Khaliq.  Itulah sebahagian makna keesaan dalam zat-Nya.


Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah memiliki sifat yang tidak sama dengan substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa, kata yang digunakan untuk menunjuk sifat tersebut sama.


Sementara ulama memahami lebih jauh keesaan sifat-Nya itu dalam arti bahwa Zat-Nya sendiri merupakan sifat-Nya.  Demikian mereka  memahami Keesaan secara murni.   mereka menolak adanya sifat bagi Allah,  walaupun mereka tetap yakin dan percaya bahwa Allah Maha mengetahui,  Maha Pengampun,  Maha Penyantun,  dan lain-lain,  yang secara umum dikenal adalah sembilan puluh sembilan  itu.  Para ulama itu yakin tentang hal tersebut,  tetapi mereka menolak menamainya sifat-sifat. Lebih jauh,  penganut faham ini berpendapat bahwa sifatnya merupakan satu kesatuan,  sehingga kalau dengan Tauhid zat,  dinafikan segala unsur keterbilangan pada zat-Nya,  betapapun kecilnya unsur itu,  maka dengan Tauhid sifat, dinafikan segala macam dan bentuk ketersusunan dan keterbilangan bagi sifat-sifat Allah. 


Bagian ketiga dari keesaan Allah adalah keesaan dalam perbuatan-Nya.  Ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di dalam alam raya ini,  baik sistem kerjanya,  maupun sebabkan wujudnya,  kesemuanya adalah hasil perbuatan Allah semata.  Apa yang dikehendakinya terjadi,  dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi.   Tidak ada daya untuk memperoleh manfaat,   tidak pula kekuatan untuk menolak mudharat kecuali bersumber dari Allah swt. . Tetapi ini bukan bereati bahwa Allah berlaku sewenang-wenang,  atau bekerja tanpa sistem yang ditetapkan-Nya. keesaan perbuatannya dikaitkan dengan hukum-hukum,  takdir atau sunnatullah yang ditetapkannya. 


Keesaan keempat,  adalah keesaan beribadah. Kalau ketiga keesaan sebelumnya,  merupakan hal-hal yang harus diketahui dan diyakini,  maka keesaan keempat ini merupakan perwujudan dari makna ketiga keesaan di atas. 


Ibadah beraneka ragam dan bertingkat-tingkat.  Salah satu ragamnya yang paling jelas adalah amalan tertentu yang ditetapkan cara dan/ atau kadarnya langsung oleh Allah melalui rasul-Nya,  dan  yang secara popular dikenal dengan istilah ibadah mahdhah/ ibadah murni. 


Ibadah dalam pengertiannya yang umum mencakup segala macam aktivitas yang dilakukan demi/ karena Allah.  Mengesakan Allah dalam beribadah menuntut manusia untuk melaksanakan sesuatu demi/ kerana Allah,  baik sesuatu itu dalam bentuk ibadah mahdhah,  maupun selainnya. Walhasil, keesaan Allah dalam beribadah adalah dengan melaksanakan apa yang tergambar dalam firman-Nya : “ Katakanlah: “ sesungguhnya solatku,  ibadahku, hidup dan matiku,   kesemuanya karena Allah,   Pemelihara seluruh alam.” QS. al-An’am : 162. Wallahu a’lam.


Sumber : Ensiklopedi Alquran.