Di antara catatan penulis terhadap Tafsir Jalalain, saat Imam Suyuthi menuliskan tafsir ayat 248 surat al-Baqarah, kalimat “al-Tabut” beliau tafsirkan dengan kotak yang berisi gambar-gambar para nabi. Pendapat ini dikomentari oleh banyak ahli tafsir, di antaranya Imam al-Alusi dalam Ruh al-Ma'ani, bahwa tidak ada satupun hadits shahih yang menyebutkan penafsiran tersebut.
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Sabtu, 08 Juli 2023
BENARKAH HAWA TERCIPTA DARI RUSUK ADAM?
Sabtu, 24 Juni 2023
TAWAKAL DALAM IBADAH HAJI
Bagi mereka yang pernah berhaji, mungkin dapat memaklumi bahwa dalam beribadah haji, tawakal pada Allah SWT sangat penting untuk dimiliki.
Imam al-Ghazali mendefinisikan tawakal sebagai, "Menyandarkan kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana, disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.”
Kepada seorang sahabat yang akan beribadah di masjid dan membiarkan untanya tidak terikat, Rasulullah SAW bersabda, ”Ikatlah untamu dan bertawakallah.” (HR Ibnu Hibban).
Hadis ini mengajarkan kita bahwa tawakal pada Allah SWT bukanlah sikap pasrah dan apatis, yang bermuara pada kemalasan dan kecerobohan. Tawakal adalah bersandar pada keputusan Allah SWT, setelah kita melaksanakan dengan baik semua hal yang sudah seharusnya dilakukan, sesuai dengan sunatullah dan ilmu yang terkait.
Kita berhaji untuk memenuhi undangan Allah SWT, dan sebagai tamu-Nya sudah sepatutnya kita bertawakal pada-Nya. Semua prosesi haji, apakah itu thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, lempar jumrah, serta aktivitas haji lainnya akan menuntut sikap tawakal para jamaah, yang direfleksikan dengan kesabaran dan keikhlasan dalam melaksanakannya.
Apalagi kalau kita ingat jumlah jamaah haji yang sangat banyak, kondisi iklim dan topografi yang tidak biasa kita hadapi, serta karakter dari masyarakat setempat dan jamaah haji dari negara lain, yang tidak selalu sesuai dengan karakter kita.
Di samping itu, para jamaah haji juga kerap menemui berbagai kejadian yang kadang sulit dijelaskan dengan rasionalitas umumnya manusia.
Makna tawakal dalam prosesi haji dan Idul Adha sejatinya sudah tercermin dalam kisah Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail yang melandasi sejarahnya. Bayangkan tawakalnya Nabi Ibrahim ketika membawa Siti Hajar dan bayinya, Ismail, ke tengah padang pasir yang tidak berpenduduk dan meninggalkan mereka berdua di sana (HR Bukhari: 3113, QS 14: 37).
Bayangkan tawakalnya Siti Hajar untuk menjalani semuanya. Bayangkan tawakalnya Nabi Ibrahim untuk siap ‘mengorbankan’ putranya tercinta, dan bayangkan kesabaran Ismail untuk siap ‘dikorbankan’ (QS 37: 102), dan bayangkan juga tawakalnya seorang Siti Hajar, seorang ibu yang rela anaknya ‘berkorban’.
Tawakal yang ketinggian kualitasnya susah dibayangkan dalam kerangka pemikiran manusia ‘modern’ saat ini. Kualitas tawakal seperti inilah yang dapat mengubah pribadi manusia, serta merombak sejarah manusia dan kemanusiaan.
Kisah tersebut juga mengajarkan agar jamaah haji, dan juga kita semua, untuk sabar dan ikhlas dalam ‘mengorbankan’ semua pernak-pernik keduniawian dan nafsu destruktif yang tidak diridhai oleh Allah SWT, sehingga kualitas tawakal kita dapat meningkat secara berkelanjutan.
Setelah melaksanakan ibadah haji dan Hari Raya Idul Adha, diharapkan kualitas tawakal para jamaah haji akan meningkat. Ketika kembali ke Tanah Air, mereka semua dapat lebih sabar dan ikhlas dalam menjalani lika-liku kehidupan ini, dan semakin mendekati Allah SWT dalam semua aktivitas kesehariannya.
Semoga.