Bertuhan merupakan watak atau naluri yang dimiliki oleh setiap manusia. Bertuhan dalam arti menganggap ada suatu Zat yang dianggap penting bagi diri sendiri seseorang, sehingga rela dirinya didominasi oleh yang dianggapnya penting tersebut . Jika seorang ateis mendeklarasikan bahwa dirinya tidak percaya dengan tuhan, sebenarnya dia sedang mementingkan sesuatu dalam pikirannya. Dengan demikian, pikirannya yg menolak keberadaan tuhan menjadi Tuhannya.
Berbagai macam bangsa yang hidup di dunia dari masa ke masa, mengangkat sesuatu menjadi Tuhannya. Dari zaman awal ada kepercayaan animisme, dinamisme, mempertuhankan patung dan benda-benda yang terdapat dalam dalam alam. Kemudian seiring berjalannya masa, ada yang menyembah dewa-dewi sampai menyembah sains dan teknologi. Di samping itu, ada yang mempercayai dengan konsep politeisme dan monoteisme.
Masing-masing kepercayaan atau agama itu memiliki konsep tentang tuhan yang berbeda-beda. Konsep-konsep tersebut ada yang sesuai dengan logika ada yang tidak. Dan uniknya, meskipun mereka memiliki konsep tentang tuhan yang tidak sesuai dengan logika, mereka tetap yakin dan percaya dengan konsep tuhan yang seperti itu. Bahkan keyakinan terhadap konsepnya itu mereka absolut kan alias dipastikan, sehingga tidak bisa diganggu gugat. Meskipun harus mempertaruhkan nyawa untuk mempertahankannya. Inilah yang disebut dengan keyakinan yang pasti tapi tidak sesuai dengan haq.
Sebelum muncul konsep berfikir logis, radix dan sistematis disepanjang sejarah pemikiran manusia, ada yang disebut mitologi. Mitologi merupakan cara manusia untuk menaklukkan gejala alam yang ada dalam kehidupan. Gejala alam yang begitu kompleks dapat disederhanakan dengan mitologi, dan itu dianggap sebagai keyakinan yang dapat menyelesaikan masalah itu.
Mitologi tentu saja bukan hasil dari olahan pemikiran atau logika. Sehingga akhirnya ketika dihadapkan dengan logika akan tampak kelemahan dan kesalahannya. Namun dalam sejarah kehidupan manusia, cara berkeyakinan dengan cara mempercayai mitos pernah singgah.
Dalam mitologi, tuhan yang mereka konsepsikan memiliki kekurangan dan kelemahan. Mari kita lihat sejenak bagaimana mitologi itu.
Dalam sejarah mitologis, tidak ada dewa yang memiliki kekuasaan mutlak terhadap manusia dan alam semesta. Masing-masing dewa memiliki kekuatan khusus dan bagian wilayah tertentu yang dikuasai, yang tidak dimiliki oleh dewa lainnya: Ada dewa bumi berjenis kelamin betina, yang mengatur soal kesuburan tanah; ada dewa matahari berjenis kelamin jantan yang memberikan daya hidup bagi segala jenis tumbuhan—di samping kuasa dewa lainnya. Para dewa pun saling bekerja sama untuk mengatur kehidupan di alam semesta.
Dalam satu keadaan, antar dewa juga bisa saling memerangi. Semisal kisah dewa Thor yang dipercaya mampu menurunkan hujan dengan ayunan palunya. Dalam satu kejadian, palu Thor dicuri oleh raksasa, kemudian Thor bekerja sama dengan dewa Heimdal untuk merebut kembali palunya. Sehingga, musim kemarau diyakini masyarakat sebagai peperangan antar Thor dan raksasa untuk merebut sebuah palu sakti.
Bagaimana logika kita tertawa atau paling tidak tersenyum simpul membaca kisah mitologi tersebut.
Sebagai umat yang memeluk agama Islam dengan konsep tauhid sejati, seharusnya dapat berbangga hati. Karena memiliki konsep ketuhanan yang paling sempurna yang tidak bisa dibantah dengan logika manapun. Umat Islam memiliki Tuhan yang maha sempurna.
Tuhan yang maha hidup, maha esa, tidak seperti makhluk, abadi, berkuasa, memiliki kehendak yang absolut, dan memiliki sifat yang begitu baik dan sempurna.
Mengapa harus bangga bertuhankan Allah? Jika dibuat daftarnya, maka selama waktu yang ada tidak cukup untuk menjelaskan dan menuliskannya. Hal ini di karenakan Allah tidak terbatas.
Pada tulisan ini, akan dikemukakan beberapa poin, dan bagi orang yang memahaminya pasti tidak akan mencari tuhan yang lain selain Allah.
Dari segi nikmat yang dikaruniakan kepada makhluk yang bernama manusia begitu lengkap dan seluruhnya kompatibel bagi manusia. Rasakan saja karunia oksigen yang digunakan untuk bernafas. Oksigen ciptaan Allah yang digunakan oleh manusia sangat unik dan istimewa. Oksigen berupa materi yang masuk kedalam hidung kemudian dilanjutkan ke paru-paru manusia sangat sesuai sekali dengan organ tubuh yang dimiliki manusia. Masuk dengan lancar dan tidak pernah tersendat. Ketika terjadi ketersendatan itu bukan dikarenakan oksigen itu, tetapi karena ada bagian dari organ manusia yang bermasalah, sehingga oksigen itu susah atau tidak bisa masuk dengan sempurna.
Sebagai Tuhan, Allah memberikan segala sesuatu dibutuhkan dan diinginkan manusia, tapi Dia tidak pernah mengharapkan balasan. Ini sangat berbeda dengan manusia. Ketika manusia memberi, pasti ada kepentingan dan keinginan yang tertanam pada dirinya. Misal, meskipun tidak semua, seorang calon legislatif atau calon kepala daerah ketika memberikan sumbangan, bantuan dan sebagainya. Dari semua pemberian itu diharapkan balas jasanya, yaitu agar orang yang diberikan bantuan itu memilih dia untuk dijadikan sebagai anggota legislatif atau kepala daerah.
Hal yang seperti itu terjadi pada setiap perilaku yang dilakukan oleh manusia di manapun dan kapanpun. Meskipun tujuan dari pemberian itu bermacam macam. Baik tujuan yang bersifat baik ataupun sebaliknya.
Ketika Allah memberikan rezeki kepada manusia, Allah itu tidak pilih kasih. Baik orang yang patuh menyembahnya maupun yang durhaka tetap diberi-Nya. Orang yang taat maupun yang maksiat diberikan kesempatan yang sama untuk hidup dan mendapatkan fasilitas itu. Allah tidak pernah menuntut balas jasa. Selamanya Allah tidak butuh itu semua. Itulah sempurnanya Tuhan Allah.
Oleh sebab itu, jika manusia ini mau berfikir jernih, maka ia pasti akan merasa puas dan bangga memiliki tuhan Allah. Dan itu tidak bisa di pungkiri.
Demikianlah, jika Allah sudah memberikan semua, mengapa harus berpaling darinya. Alangkah tidak sopannya, Dia telah memberikan segalanya, tapi pemberiannya tidak pernah disyukuri. Hakikatnya, Allah tidak butuh dengan syukur itu, manusialah yang membutuhkan syukur tersebut. Karena dengan syukur, berarti mengikat semua yang ada pada manusia dan sekaligus memanggil sesuatu yang belum diperoleh oleh manusia.
Tidak bersyukur, secara hakikat berarti berupaya untuk menghilangkan karunia yang telah dimiliki.
Desa Pakam, 10 Agustus 2024
Al-Faqir ilallah
Japar